Edisi gemuk Bacaan Bumi ini berkenalan dengan Karl Marx. Relevankah orang berjenggot tebal abad ke-19 ini dengan krisis abad ke-21? Dua cendekiawan Indonesia kaliber tinggi menjawab: sangat!
Filsuf dan feminis Ruth Indiah Rahayu bercerita tentang Vera Zasulich, perempuan muda revolusioner di Dunia Ketiga. Vera berhasil mengubah pikiran Karl Marx (yang sudah sangat terkenal) mengenai masalah agraris di Rusia. Ruth lalu 'menempatkan diri sebagai Zasulich' untuk menganalisa perjuangan masyarakat adat di Indonesia.
Dosen sosiologi Fathun Karib belajar strategi penelitian dari Karl Marx. Dalam dua tulisan berbobot ia mengungkapkan bahwa Marx selalu bergumul setengah mati sebelum akhirnya menuliskan kesimpulan ilmiahnya. Marx mengisi buku demi buku dengan catatan sementara. Dan kadang pergumulan itu bersifat sangat pribadi. Maka Fathun Karib menyarankan peneliti muda: 'Mulailah menggali kekayaan pengalaman hidup diri pribadi sebagai sumber dan awal titik tolak memahami sejarah dunia'.
Sementara itu, Gerry van Klinken mengulas buku pengarang Jepang Kohei Saito, Marx in the Anthropocene (2023); terjual setengah juta eksemplar di negerinya! Rupanya pembaca muda di sana, kecewa dengan janji neoliberal, menemukan harapan baru dalam anjuran ekologis Karl Marx (yang agak tersembunyi dalam buku catatannya): Komunisme Degrowth.
Simaklah edisi baru ini! Kirimlah tanggapan ke editor@insideindonesia.org.
Gerry van Klinken (Editor, Bacaan Bumi)