Oct 18, 2024 Last Updated 4:30 AM, Oct 7, 2024

4c. Strategi penelitian Marx II

Published: Jul 27, 2024

Untuk para mahasiswa yang telah membagi sejarah hidupnya dan berani melangkah lebih jauh sebagai bagian dari sejarah dunia.

Consciousness can never be anything else than conscious existence, and the existence of men is their actual life-process…

(Marx 1970)

In history up to the present, it is certainly an empirical fact that separate individuals have, with the broadening of their activity into world-historical activity, become more and more enslaved under a power alien to them…World historical existence of individuals means, existence of individuals which is directly linked up with world history.

(Marx 2004)

Fathun Karib

Seorang mahasiswa menghampiri ruang kerja saya untuk sesi konsultasi terkait makalah tugas akhir. Jack, mahasiswa berdarah Irlandia, menyampaikan kekhawatirannya dalam mengerjakan tugas di kelas 'Foundation of Social Theory' untuk mahasiswa S1 di Binghamton University, Amerika Serikat. Saya dapat mengerti kegelisahannya, mengingat Jason W. Moore pengajar utama dikelas tersebut menjejali berbagai bahan berat untuk kelas tingkat S1.

Belajar ditengah Krisis Ekologis

Pada suatu kesempatan, sebagai asisten pengajar, saya menyampaikan keluhan ini kepada Jason dan mengatakan apakah materi-materi kuliah ini tidak terlalu berat bagi mahasiswa S1. Dalam perbincangan menuju kelas, dia menjawab: 'Tidak ada pilihan lain, mahasiswa-mahasiswa ini harus disadarkan bahwa posisi mereka sebagai kelas pekerja adalah yang paling terdampak'. 'Ya, saya mengerti, tetapi kami para mahasiswa doktoral butuh waktu dan sebagai asisten pun kita perlu perlahan mencerna untuk memahaminya', jawab saya menghela nafas. Jason tersenyum. 'Kita dalam situasi krisis ekologis, mereka bisa saja tidak mengerti apa yang mereka baca, atau bingung dalam diskusi dikelas. Namun waktu kita tidak banyak. Mereka perlu untuk diberi bibit pengertian. Pada suatu waktu mereka tentu akan mengerti pada akhirnya.' Kami memasuki kelas kuliah umum dan perbincangan pun terhenti.

Tinggal saya yang perlu berpikir keras dan memeras otak untuk menjembatani berbagai materi perkuliahan yang berat pada sesi intensif disaat kelas kuliah umum dipecah menjadi kelas-kelas kecil dengan diskusi lebih terarah. Berbagai bahan bacaan dari para pemikir seperti Karl Marx, Rosa Luxemburg, Paul Baran, Paulo Freire, David Harvey, Immanuel Wallerstein, Naomi Klein, Silvia Federici, Franz Fanon, Martin Luther King Jr, W.E.B Du Bois, sampai Carolyn Merchant diberikan untuk anak S1. Materi-materi yang dulu waktu saya kuliah di tingkat yang sama tidak pernah terjamah dan hanya membaca teks pengantar para pemikir diatas.

Setelah kelas berjalan sampai setengah semester, baru disadari inilah berbagai materi sumber bacaan yang digunakan Jason untuk menulis bukunya Capitalism in the Web of Life (2015) dan membangun argumen dalam jaringan penelitian World-Ecology. Semua argument-argumen yang dikemukakan dalam karyanya, ternyata berasal dari sumber bacaan-bacaan yang dilempar ke mahasiswa S1 sebagai dapur uji coba dan hasil-hasil percakapan dikelas dikembangkan menjadi argumen dan premis-premis mendasar.

Esai ini melanjutkan tulisan sebelumnya menawarkan bagaimana mengembangkan strategi penelitian yang dapat dilakukan berangkat dari inspirasi karya-karya Marx. Pengalaman sebagai asisten pengajar mendorong usaha lebih untuk menyelesaikan persoalan praktis; bagaimana membantu menjelaskan mahasiswa mengenai sejarah kapitalisme, krisis ekologis dan membuat mereka mudah mengerti dengan mengkaitkannya pada pengalaman pribadi dan biografi individual mahasiswa? Pengalaman sebelumnya dalam mengajar dan membimbing skripsi mahasiswa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi modal berharga disaat membantu mahasiswa menemukan tema penelitian baik untuk makalah tugas akhir ataupun skripsi sebagai syarat kelulusan.

Pengalaman di kedua universitas luar dan dalam negeri mendorong saya mengembangkan strategi penelitian yang saya tawarkan kepada mahasiswa disaat mereka konsultasi untuk memulai tugas makalah atau penelitian skripsi mereka. Strategi penelitian ini dikembangkan dari hasil penafsiran terhadap karya Marx yaitu Ideologi Jerman yang membuka kemungkinan memulai penelitian dari pengalaman hidup para peneliti itu sendiri. Seperti tulisan sebelumnya yang membahas Grundrisse dan Kapital, karya Ideologi Jerman ditinjau bukan dari segi argumen teoritisnya, tetapi menempatkan karya tersebut sebagai sumber mengembangkan metode dan strategi penelitian.

Biografi sebagai strategi penelitian

Pada sesi konsultasi berikutnya, Jack kembali datang untuk mendiskusikan bersama tema-tema yang potensial untuk tugas makalah akhir. Disaat sesi dimulai, saya mengambil inisiatif untuk bertanya dari mana asal keluarga Jack, apakah keluarganya berasal dari Eropa dan sejak kapan mereka ada di Amerika. Jack bercerita bahwa dia berasal dari keluarga keturunan Irlandia. Saya bertanya lebih lanjut apakah ayah dan ibu Jack adalah generasi pertama di Amerika atau kakek dan buyut Jack dari kedua orangtuanya yang duluan bermigrasi dari Irlandia? Jack mengatakan keluarga mereka pertama kali bermigrasi dari Irlandia di era kakek dan buyut mereka pada abad ke-19.

Pada titik ini saya tersenyum dan mengatakan kepadanya: 'Nampaknya kamu sekarang memiliki tema untuk makalah kamu Jack!' Jack nampak kebingungan dan bertanya maksud saya apa. Saya bercerita kepadanya bahwa asal-usul Jack sebagai warga Amerika keturunan Irlandia adalah pintu awal strategi untuk mulai menggali tema makalah yang ingin ditulisnya. Dengan bersemangat saya mengatakan: 'Kamu dapat menulis sejarah biografi diri kamu dan keluarga kamu sebagai migran dari Irlandia dan menempatkan pengalaman kakek, buyut dari kedua orangtuamu sebagai bagian dari proses transformasi dan perubahan sosio-ekologis yang melanda Irlandia.' Jack masih kesulitan mengikuti dan saya mencoba meyakinkannya dengan bertanya: 'Apakah kakek dan buyutmu mengalami The Great Irish Famine (Wabah Kelaparan Besar) sehingga mereka pindah ke Amerika Serikat?' Jack menjawab: 'Ya betul, leluhur saya bermigrasi ketika kehidupan di Irlandia sangat sulit dan satu-satunya opsi harapan bagi kita adalah menyebrang lautan ke Amerika.'

Wabah kelaparan besar di Irlandia terjadi karena adanya kegagalan panen komoditas kentang yang diproduksi oleh para petani Irlandia selama periode 1845-1852. Persoalan kelaparan di Irlandia ini dapat ditempatkan dalam konteks sejarah dunia (world history) karena beberapa hal. Pertama, Irlandia adalah negara yang berada dibawah kontrol hubungan kolonial dengan Inggris. Dalam konteks ini, Irlandia menjadi negara pinggiran di wilayah sekitar Inggris mensuplai berbagai komoditas seperti kentang sebagai komoditas utama. Dalam perkembangannya wabah besar ini mendorong munculnya gerakan agraria yang dikenal sebagai perang tanah (land war) yang bermula di Irlandia.

Kedua, terkait dengan Inggris kala itu merupakan negara hegemon dalam sistem kapitalisme dunia yang menguasai dan mengatur berbagai produksi komoditas di seluruh penjuru dunia termasuk Asia Tenggara melalui pembagian kerja skala global. Pada tulisan pertama (Strategi Penelitian Marx I), sempat disinggung bagaimana pendekatan komoditas memperlihatkan konektivitas perubahan agraria disuatu wilayah terintegrasi oleh proses industralisasi dan pertarungan imperalisme skala global. Setelah melewati wabah kelaparan besar di Irlandia, pada akhir abad ke-19 Inggris juga menjadi hegemon yang menciptakan apa yang disebut oleh Philip McMichael (2009) sebagai rezim pangan dunia pertama ('the first international food regime', 1870-1930) atau yang lebih dikenal dengan rezim pangan. Rezim pangan dunia pertama terbentuk pada abad ke-19, dimana negara-negara kolonial Eropa seperti Inggris, untuk memenuhi kebutuhan pangannya, memiliki tempat produksi bahan pangan di berbagai wilayah koloni di seluruh penjuru dunia.

Ketiga, wabah kelaparan besar di Irlandia erat kaitannya dengan persoalan perubahan agraria dan aspek sosio-ekologis. Kegagalan panen kentang disebabkan oleh apa yang disebut Marx sebagai 'rekahan metabolis' (metabolic rift) dan dipopulerkan oleh John Bellamy Foster (1999). John mengembangkan konsep rekahan metabolis ini dengan menelusuri problem ekologis terkait transformasi pedesaan dengan masuknya praktek penggunaan bahan kimia berupa pupuk buatan pabrik. Ini mendorong terjadinya kerusakan pada tanah dan diidentifikasi sebagai soil exhaustion.

Selain itu rekahan metabolik juga didorong oleh siklus tanah yang terganggu karena produk hasil pertanian dari tanah tersebut tidak kembali sebagai pupuk alamiah (tinja) atau sampah yang menghidupi tanah tersebut. Salah satu faktornya adalah perkembangan desa dan kota yang berlangsung pada skala global. Negara terjajah menjadi situs produksi komoditas dan tanahnya diambil untuk kepentingan negara penjajah. John mengutip pendapat Marx mengenai Irlandia: 'Selama satu setengah abad, Inggris secara tidak langsung telah mengekspor tanah Irlandia, tanpa memberi penggarapnya sarana untuk memulihkan bahan-bahan tanah, yang telah mengalami penurunan kualitas (exhausted, terkuras)' (Foster 1999: 384).

Jack sekarang nampak tercengang namun dengan ekspresi yang mulai bersemangat. Berbagai materi perkuliahan yang dia serap dari Jason mulai nampak masuk akal setelah pengalaman pribadi dan sejarah keluarganya masuk dalam arus sejarah dunia dan ditempatkan dalam kerangka para pemikir sosial yang ada. Tulisan John mengenai rekahan metabolis di Irlandia ternyata ada kaitanya dengan migrasi kakek dan buyut Jack. Persoalan Jack terselesaikan, dia memiliki tema makalah akhir terkait posisi Irlandia dalam sejarah dunia dalam rezim pangan internasional pertama dibawah hegemoni Britania Raya.

Apa yang saya sarankan terhadap Jack merupakan strategi dalam membimbing mahasiswa untuk menemukan tema-tema penelitian yang dapat dikembangkan. Resep utamanya: 'Mulailah menggali kekayaan pengalaman hidup diri pribadi sebagai sumber dan awal titik tolak memahami sejarah dunia dan gerak dinamis masyarakat dan perubahan sosio-ekologis.' Tiap peneliti mesti bangga dan menerima sejarah diri dan latar belakang keluarga yang membentuk mereka, karena setiap orang berada dalam titik kordinat historis tertentu yang tidak dapat diabaikan oleh siapapun.

Cara yang sama juga berlaku di UIN Syarif Hidayatullah. Tiara, seorang mahasiswi, datang kepada saya dengan membawa proposal penelitian dari kelas seminar proposal. Saya mengatakan kepada dia bahwa ada beberapa pilihan dan salah satunya adalah mencari dosen lain. Namun, jika Tiara tertarik, ia dapat mengenyampingkan proposal yang sudah ada dan mulai bercerita mengenai siapa dirinya, orangtuanya dan asal usul sejarah keluarganya. Tiara bercerita bahwa dia adalah anak seorang buruh sepatu. Saya dapat melihat ekspresi dirinya yang berat dan enggan mengucapkan latar belakang orangtuanya. Ibunya adalah seorang yang bekerja di pabrik sepatu di Tangerang.

Saya berbinar-binar dan mengatakan: 'Tiara, nampaknya kita menemukan tema skripsi kamu.' Saya melanjutkan: 'Saran saya jika kamu mau dibimbing saya, lupakan proposal kamu dan tulislah mengenai pabrik sepatu tempat ibumu bekerja.' Tiara keliatan bingung, apa yang dia malu-malu akui ternyata menjadi peluang bagi dia menulis skripsi. Tiara akhirnya mengambil tema penelitian terkait dengan rantai komoditas sepatu, dan menempatkan pabrik sepatu tempat Ibunya bekerja dalam rangkaian pembagian kerja global. Judul skripsinya adalah 'Penghidupan Rumah Tangga Buruh Dalam Rantai Komoditas Global; Studi Kasus Pabrik Sepatu X'. Dia mengambil pendekatan yang ditawarkan Hopkins dan Wallerstein yang saya singgung ditulisan sebelumnya (Strategi Penelitian Marx I) dan menambahkan Philip McMichael (Philips McMichael 2008) dalam menjelaskan posisi pabrik sepatu ibunya dalam sistem komoditas global sepatu (fig.1).

fig.2. Rantai komoditas sepatu atletik buatan Indonesia

Dalam konteks disiplin ilmu sejarah, historiografi yang kita bicarakan di sini mempersoalkan sejarah 'tokoh besar', sejarah mikro (micro history), maupun pendekatan Braudel dan Annales dengan sejarah Longue durée (sejarah panjang). Pendekatan-pendekatan model ini bersama pendekatan sejarah paska struktural dan paska kolonial seperti memisahkan apa yang sosiologi sebut sebagai struktur agensi atau masyarakat dengan individual. Alih-alih pendekatan lain di atas, tulisan tentang strategi penelitian Marx ini melihat pendekatan model pengkotakan pendekatan 'individual', 'masyarakat' atau 'agensi' versus 'struktur' menghambat kemungkinan-kemungkinan memahami individu dalam arus sejarah dunia. Secara umum, apa yang dipelajari di teks pengantar seperti sosiologi, sejarah atau disiplin ilmu lainnya mengenalkan tokoh-tokoh pemikir baik yang klasik dan modern dalam kotak-kotak ini. Melalui strategi dan pendekatan biografis sebagai awal strategi melakukan penelitian, maka pengkotakan yang selama ini berlaku dapat dijembatani. Bahwa unit kajian individual tidaklah terpisah dengan yang struktural, melainkan saling terkait dalam gerak sejarah dunia.

Ideologi Jerman

Marx dan Engels melalui Ideologi Jerman (Marx 1970) menawarkan pendekatan dinamis yang mengkaitkan pengalaman pribadi biografis dengan gerak dinamika struktur dalam konteks sejarah dunia. Mereka mengawali analisis dan kritik terhadap para pemikir Jerman dengan mengurai bahwa krisis yang melanda Jerman kala itu di pertengahan abad ke-19 tidaklah bisa dipahami hanya terbatas dari ruang lingkup negara bangsa. Menurut mereka (hal. 40): 'Kita harus melihat keseluruhan kejadian ini dari sudut pandang melampaui wilayah perbatasan Jerman' (we must look at the whole spectacle from a standpoint beyond the frontier of Germany). Pernyataan ini dalam sudut strategi penelitian menolak pendekatan metodologis nasionalis yang sudah disinggung ditulisan pertama (Strategi Penelitian Marx I). Bahwa untuk memahami kondisi atau peristiwa tertentu seperti krisis di Jerman atau persoalan sosio-ekologis seorang peneliti harus menelusuri kaitannya dengan peristiwa dunia yang tengah berlangsung, dan kaitannya dengan kondisi yang sedang dihadapi.

Strategi ini misalnya bermanfaat untuk memahami bahwa perubahan agraria yang terjadi di suatu wilayah erat kaitannya dengan kecenderungan global tertentu. Perubahan agraria di Sulawesi karena pertambangan nikel tidak bisa dipahami dalam konteks lokal, provinsial dan nasional saja. Melainkan perubahan agraria tersebut muncul bersamaan dengan ide tentang energi bersih, transisi energi dan narasi mobil listrik sebagai solusi krisis lingkungan. Dalam konteks kasus Jack, strategi ini memungkinkannya memahami migrasi keluarga tidak terbatas apa yang terjadi di Irlandia sebagai unit negara bangsa. Namun, perubahan agraria di Irlandia terjadi melampaui wilayah Irlandia, terkoneksi dengan proses sejarah dunia.

Ideologi Jerman dikenal sebagai karya yang membahas metode materialis historis oleh para pemikir setelah Marx dan Engels. Salah satu kontribusi utama pendekatan ini yang berguna bagi strategi penelitian adalah: 'Lihatlah situasi dan kondisi yang nyata dan tengah berlangsung seperti persoalan polusi, banjir, bencana dan kerusakan lingkungan lainnya sebagai awal untuk memahami perubahan sosio-ekologis.'

Salah satu contoh, kualitas udara di kota-kota besar seperti Jakarta dapat menjadi titik awal bagi kita untuk memahami konsumsi energi Listrik pulau Jawa yang berasal dari Batubara pulau Kalimantan. Penelitian bersama Universitas Harvard – Atmospheric Chemistry Modeling Group (ACMG) dengan Greenpeace Indonesia, misalnya, memperlihatkan dampak besar dengan kehadiran berbagai PLTU yang menggunakan batubara. Warga kota seperti Jakarta seringkali memandang bahwa kerusakan lingkungan ada diluar jangkauan wilayah hidupnya, meski pada kenyataannya persoalan polusi udara ada didepan mata mereka sendiri.

Sebagai peneliti kita sering melihat wilayah yang jauh dari tempat tinggal kita sebagai tempat penelitian dimana perubahan sosio-ekologis tengah berlangsung. Padahal bisa saja, perubahan sosio-ekologis itu sendiri tengah terjadi di wilayah ruang hidup kita sendiri. Berangkat dari pendekatan ini kita dapat melihat bahwa strategi penelitian yang dapat ditawarkan adalah dengan memulai dari kondisi sosio-ekologis yang tengah berlangsung. Disinilah konteks, individu biografis menjadi penting untuk ditempatkan. Strategi ini sesuai dengan kritik utama kepada para ilmuan oleh Marx dan Engels bahwa “belum pernah terbayangkan oleh seorang pun dari para pemikir (filsuf Jerman) ini untuk menyelidiki hubungan pemikiran (filsafat) Jerman dengan realitas Jerman, hubungan kritik (pemikiran) mereka dengan kondisi material di sekitar mereka ('It has not occurred to any of these philosophers to inquire into the connection of German Philosophy with German reality, the relation of their criticism to their own material surroundings').

Inilah pengertian 'ideologi' dalam Ideologi Jerman dimana para filsuf dan pemikir menjadi ideolog dalam merumuskan persoalan-persoalan konkrit dan realitas krisis yang dialami di Jerman tanpa melihat kondisi nyata material perubahan politik ekonomi dan sosio-ekologis yang tengah berlangsung dengan menempatkannya pada kondisi dan situasi global. Apa yang dapat kita kembangkan disini adalah bahwa para 'ideolog' bukan hanya ada di Jerman tetapi diseluruh dunia dan juga Indonesia. Para peneliti dan ilmuan yang menggantungkan analisis dan formula ilmiahnya berdasarkan pra konsepsi tertentu tentang realitas. Pendekatan biografis dan komoditas (di tulisan pertama - Strategi Penelitian Marx I) merupakan strategi efektif menautkan pengalaman nyata manusia dalam hidup sehari-hari sebagai pintu masuk memulai penelitian, bukan berangkat dari imajinasi hampa para 'ideolog' atau 'ideolog-ideolog liberal' lainnya.

Setiap individu bila menilik posisinya dalam ruang-waktu sosio-ekologis tertentu menjadi bagian dari perubahan sosio-ekologis. Fungsi pendekatan biografis bukan saja berlaku bagi orang yang kita wawancarai tetapi berlaku juga bagi peneliti yang hendak melakukan penelitian. Bahwa baik peneliti maupun kelompok yang hendak diteliti memiliki kesadaran dan pengalaman hidup unik yang melekat pada alam dan dapat menjadi sumber pengetahuan dan perubahan sosial. Inilah yang dinyatakan oleh Marx dan Engels dalam Ideologi Jerman (1970): 'Kesadaran tidak pernah bisa menjadi apa pun selain keberadaan yang penuh kesadaran, dan keberadaan manusia adalah pada proses kehidupan yang mereka sebenarnya jalani' ('Consciousness can never be anything else than conscious existence, and the existence of men is their actual life-process…', Marx 1970).

Cara Hidup - Mode of Life

Dibalik pembahasan karya Ideologi Jerman ada satu tema yang bisa dikembangkan untuk strategi penelitian, yaitu dengan memfokuskan pada 'cara hidup' atau mode of life. Dalam kehidupan, manusia memiliki tiga kegiatan untuk menjalani kehidupan. Pertama, memenuhi keberlangsungan hidup yang mendasar dengan 'memproduksi kebutuhan subsisten' (produksi kebutuhan). Kedua, 'menciptakan kebutuhan' (produksi keinginan) untuk memenuhi keberlangsungan hidup. Ketiga, memproduksi hubungan sosial dan produksi 'manusia' dalam hal melahirkan dan membesarkan manusia (produksi manusia). Ketiga aspek ini saling terkait dan membentuk apa yang disebut sebagai cara hidup atau produksi kehidupan. Bahwa kehidupan manusia itu dibentuk dan diciptakan dari hal paling mendasar yaitu interaksi manusia dengan alam dan ketiga aktivitas 'cara hidup' ini.

Pada umumnya pemahaman istilah atau konsep 'produksi' dikaitkan pada kegiatan produksi dalam ekonomi. Dalam konteks ini, produksi atau produksi kehidupan tidak hanya terkait dengan ekonomi tetapi keseluruhan cara hidup – mode of life termasuk kategori-kategori yang umumnya kita pahami dalam kotak 'sosial', 'budaya', 'ekonomi', politik'. Pendekatan cara hidup – mode of life melihat secara relasional keterkaitan semua ini sebagai bagian dari kesatuan produksi kehidupan. Jason mengembangkan pemahaman ini dengan menggunakan istilah 'web of life' atau jaring kehidupan. Tugas ilmuan dan peneliti adalah mengurai 'capitalism in the web of life' atau bagaimana kapitalisme membangun fondasi dan jaringannya sendiri didalam jaring-jaring kehidupan keseharian kita.

Ketiga kegiatan ini berjalan beriringan di setiap Masyarakat. Sedangkan di era kapitalisme sejak abad ke-16 aspek kegiatan 'memproduksi keinginan' menjadi dominan, hingga menguasai kedua aspek lainnya (fig.3). Dalam konteks ini, cara hidup manusia dapat menjadi titik awal penelitian dengan mulai memperhatikan perubahan aktivitias hidup yang dipicu oleh masuknya situs produksi di wilayah yang menjadi tempat penelitian. Perubahan agraria akibat penetrasi kapital dan transformasi sosio-ekologis yang menyertainya sebenarnya menyentuh aspek mendasar dari cara hidup individu dan kelompok di pedesaaan. 'Cara hidup' kelompok atau komunitas tertentu akan mengalami pergeseran, dan ini menjadi pintu masuk untuk memahami posisi biografi, sejarah dunia dan perubahan sosio-ekologis.

fig.3. Tiga kegiatan mendasar dalam produksi kehidupan

Saya mengembangkan sebuah skema untuk memahami perubahan produksi kehidupan (fig.3) untuk memperlihatkan berbagai perubahan cara hidup. Pertama, salah satu perubahan mendasar dari cara hidup adalah: adanya kecenderungan dari individu di pedesaan untuk menggantungkan produksi kebutuhannya pada kerja upahan (baik secara permanen ataupun secara berkala). Alam sebagai sumber produksi kebutuhan dikuasai oleh produksi keinginan dibawah kapitalisme, sehingga cara manusia memenuhi kebutuhan mendasarnya pun mengalami perubahan. Kedua, perubahan produksi kehidupan juga mempengaruhi posisi Perempuan. Kapitalisme mendevaluasi kerja perempuan sebagai aktor utama produksi manusia. Disini peran utama dalam produksi manusia, hamil – melahirkan – membesarkan anak dianggap tidak memberikan kontribusi kecuali mempersiapkan tenaga kerja. Ketiga, hubungan antara produksi kebutuhan yang umumnya dilakukan laki-laki membentuk cara hidup dan hubungan dengan Perempuan yang memproduksi manusia. Pada gilirannya membentuk hubungan asimetris antara mereka yang memproduksi kebutuhan subsistensi dengan mereka yang memproduksi manusia.

Skema ini bersifat umum dan dapat berubah sesuai dengan formasi sosio-ekologis yang menjadi tempat kita melaksanakan penelitian. Argumen utamanya terletak dari pentingnya memahami 'cara hidup' antara individu dengan alam yang melingkupinya. Bagaimana hubungan antara individu – biografi dengan lingkungannya mengalami perubahan 'cara hidup' karena masuknya situs produksi dalam wilayah tempat tinggal individu tersebut? Lebih lanjut, dalam konteks ini perubahan 'cara hidup' individual – biografis ini perlu ditautkan dan dikaitkan dengan kondisi global yang melingkupinya. Melalui penelusuran 'cara hidup' inilah kita dapat memulai menelusuri hubungan diantara biografi, sejarah dunia dan perubahan sosio-ekologis.

Skema ini pun bersifat awal sebagai pintu masuk dalam memahami formasi sosial-ekologis di wilayah tertentu dimana unit terkecilnya adalah individu dan keluarga. Tentunya pintu masuk ini hanya bersifat membuka kepada realitas kenyataan hidup yang lebih mendalam lagi. Tugas penelitian adalah mencari relasi dan kaitannya dengan kondisi sosio-ekologis dan situasi global yang melingkupinya.

Pertimbangan kedepan

Esai kedua ini berusaha menawarkan pendekatan dan strategi penelitian yang dikembangkan dari karya Ideologi Jerman dengan menekankan kritik terhadap metodologi nasionalis (tulisan pertama - Strategi Penelitian Marx I)., dan melihat kaitan antara sejarah hidup individual biografis dalam sejarah dunia. Ideologi Jerman sebenarnya mendahului tren masa kini yang muncul dalam bentuk pendekatan penelitian, program-program di departemen di universitas seperti global history, world history atau tema kolaboratif seperti trans-asia atau inter-asia. Mengingat uraian mengenai situasi yang dihadapi oleh Jerman kala itu ditempatkan dalam posisi wilayah nasional dan global. Selain itu, aspek individual yang menjadi perhatian Ideologi Jerman dalam hal ini adalah individu-individu kelas pekerja yang merupakan bagian dan mengalami perubahan dan dinamika sejarah dunia. Dalam konteks tulisan ini, kita dapat mengembangkan individu-individu ini tidak hanya berada dalam ruang lingkup Jerman atau Eropa abad ke-19, melainkan manusia Indonesia ditengah arus dinamika sejarah dunia. Dengan cara berpikir ini, pengalaman individual dapat dikaitkan dengan perubahan sosio-ekologis yang menyejarah. Strategi penelitian dengan memulai dari biografi pribadi para mahasiswa atau para peneliti merupakan cara yang tepat untuk membangkitkan arus kesadaran mereka bahwa tiap-tiap orang memiliki tempat dalam sejarah dunia dan di dalam transformasi sosio-ekologis. Bukan hanya tokoh besar yang penting, tapi orangtua, leluhur dan sejarah hidup mahasiswa atau peneliti dan keluarganya adalah sumber kekuatan bagi mereka. Bagi saya sendiri, setiap kisah mereka adalah unik dan menjadi suatu tantangan untuk mengembangkan penelitian berangkat dari diri tiap mahasiswa atau diri tiap peneliti. Bahwa kita semua terlibat dan berada dalam gerak dinamis sejarah dunia.

Fathun Karib Ph. D (fathunkarib.13@gmail.com) adalah Dosen Sosiologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Peneliti Pascadoktoral, ARI-NUS, Singapura. Tulisan ini merupakan tulisan kedua dari dua tulisan terkait strategi penelitian yang dikembangkan dari karya-karya Marx. Tulisan pertama memfokuskan pada Grundrisse dan Kapital, sedangkan tulisan kedua ini memfokuskan pada Ideologi Jerman.

Acuan

Foster, John Bellamy. 1999. 'Marx’s theory of metabolic rift.' American Journal of Sociology 105 (2):366-405. doi: 10.1086/210315.

Marx, Karl, (Intro Ernest Mandel, trans Ben Fowkes). 2004. Capital. Vol. I. London: Penguin Classics.

Marx, Karl, Frederick Engels, (Ed C. J. Arthur). 1970 [orig German 1846]. The German Ideology, NW-143. New York: International Publishers. (https://archive.org/details/germanideology00marx/)

McMichael, Philip. 2009. 'A food regime genealogy.' The Journal of Peasant Studies 36 (1):139–169. doi: https://doi.org/10.1080/03066150902820354.

McMichael, Philips. 2008. Development and social change: a global perspective. 4 ed. London: Pine Forge Press.

Moore, Jason W. 2015. Capitalism in the web of life. London: Verso.

Download pdf artikel ini

Bacaan Bumi: Pemikiran Ekologis

Latest Articles

Book review: The Sun in His Eyes

Oct 07, 2024 - RON WITTON

Elusive promises of the Yogyakarta International Airport’s aerotropolis

Oct 02, 2024 - KHIDIR M PRAWIROSUSANTO & ELIESTA HANDITYA

Yogyakarta's new international airport and aerotropolis embody national aspirations, but at what cost to the locals it has displaced?

Book review: Beauty within tragedy

Sep 09, 2024 - DUNCAN GRAHAM

Strong ties

Sep 02, 2024 - RIKA FEBRIANI

Tradition helps Minangkabau protect the land from foreign investors

Essay: The life of H.W. Emanuels (1916-1966)

Aug 14, 2024 - RON WITTON

More than six decades after being inspired as an undergraduate in Sydney, Ron Witton retraces his Indonesian language teacher's journey back to Suriname

Subscribe to Inside Indonesia

Receive Inside Indonesia's latest articles and quarterly editions in your inbox.

Bacaan Bumi: Pemikiran Ekologis – sebuah suplemen Inside Indonesia

Lontar Modern Indonesia

Lontar-Logo-Ok

 

A selection of stories from the Indonesian classics and modern writers, periodically published free for Inside Indonesia readers, courtesy of Lontar.