Krisis ekologis diciptakan manusia: Bacaan Bumi lahir dari keyakinan ini. Opini mainstream terobsesi dengan janji teknologi baru, tetapi komunitas Bacaan Bumi merasakannya sebagai masalah eksistential. Manusia (tertentu) menciptakan masalah; belajar hidup dengannya pun pertama-tama adalah tantangan manusia bukan insinyur.
Pada saat genting, hanya pikiran jernih dapat membantu. Dalam edisi ini, filsafat turun dari menara gading. Dengan pertanyaan nakal, peringatan serius, nasehat segar. Semuanya sesuai misi 'menyembuhkan jiwa yang abadi,' seperti kata Plato.
Filsuf UGM Rangga Kala Mahaswa menunjuk pada tumpukan sampah di kebanyakan kota Indonesia. Sampah yang seharusnya tidak ada, namun tetap ada, bahkan yang tiap hari kita hirup mikroplastiknya di udara. Seperti Marxisme, yang tidak boleh ada namun tetap tak terhindarkan, sampah memiliki kehidupan spektral. Hantu tak terkendalikan. Suka atau tidak, sampah menandakan peradaban kita. Makin hari makin banyak, hingga menutupi permukaan bumi.
Filsuf Australia Arran Gare, dalam tulisan Gerry van Klinken, meletakkan masalahnya dalam nihilisme budaya kapitalis. Kita telah meyakinkan diri tidak ada gagasan moral yang dapat menyetir Big Tech. Namun gagasan intelektual pernah mengubah sejarah: Pencerahan Radikal namanya. Kekuatan intelektual seberani itu tetap mampu melawan nihilisme neoliberal dewasa ini.
Simaklah Bacaan Bumi edisi ini! Kirimlah tanggapan ke editor@insideindonesia.org.
Gerry van Klinken, Editor