Kumpulan karya puisi memperingati jasa-jasa Kartini dalam perjuangan kaum wanita Indonesia.
Terjemahan bahasa Inggris tersedia di halaman ini.
1. Patih Goah oleh Siwi Dwi Saputro
2. Menulis oleh Wikan Satriati
3. Selamat Jalan, Fierda oleh Ian Campbell
4. Nasibmu, Anak Perempuan Pedesaan oleh Ariany Isnamurti
5. Seribu Candi Untukmu oleh Siwi W. Hadiprajitno
Patih Goah
Siwi Dwi Saputro
Aku Patih Goah
ibu dari segala lelaki dan perempuan
bersama waktu menempuh zaman
ribuan tahun cahaya sudah
kaki melangkah
dari khayangan surga nirwana hingga bumi berduri
aku tak peduli
musim berganti musim
airmataku bersimbah di pelataran tanah
menggalir di nadi kehidupan
memberi denyut yang mendebarkan
memberi detak yang berdesir-desir
aku bisa jadi siapa saja
Persephone yang harus menjalani takdir hidup di dunia bawah
Minerva yang perkasa
Hera yang cemburuan atau Medusa perempuan berambut ular
aku bisa jadi Amba, yang sumpahnya menjadi takdir Baratayuda
dan mengantarkan Drupadi di mata dadu
bisa jadi aku Dewi Pohaci, perempuan cantik rahim bumi,
yang tercipta dari airmata dewa Anta
Mungkin juga Shinta, karena nafsu Kijang Kencana,
Aku mati terpanggang karena kesucianku membuat bimbang
Tak pelak pula aku bisa jadi Anjani yang karena ambisi malih rupa menjadi kera
Atau Savitri, yang tertatih mencari lelaki justru karena terlalu cantik dan cerdas
Mungkin pula aku Calon Arang, perempuan sakti korban tipudaya patriarki
Atau barangkali perempuan Bahu Laweyan,
yang karena kemahiranku berdagang membuatku jadi sasaran pembunuhan kepribadian
Aku bisa jadi siapa saja? Madonna, Lady Gaga atau juga Bunda Theresa
atau
aku Kartini Masa Kini
Mengapa?
Kerna aku Patih Goah
Perempuan sejati ibu semua lelaki dan perempuan
16 Maret 2016
Menulis
Wikan Satriati
pada usia 12 ia dipingit
dikungkung tembok kabupaten
tidak boleh lagi pergi sekolah
dan belajar
yang sangat dicintainya
karena ia perempuan
ia harus menikah
walaupun bukan
keinginannya
karena ia perempuan
akhir hidupnya
adalah darma bakti
demi melahirkan sang putra
karena ia perempuan
*
dalam segala keterbatasan
ia penuhi hasrat jiwanya
dengan membaca
Multatuli, Louis Coperus
Van Eeeden, Augusta de Witt
Goekoop de-Jong, Berta von Suttner
ia mencatat untuk mengingat
ia menulis untuk mengurai hati pedih
kepada sahabatnya ia bercerita
melalui surat-surat
yang diingat sejarah
membuat namanya dikenal
hingga hari ini
karena ia perempuan?
buah pikirannya meniti waktu
melintas abad
disebut-sebut
dalam gerakan perempuan
hingga hari ini
karena ia menulis?
perempuan
yang menulis
yang namanya
dikenang
hari ini
2016
Selamat Jalan, Fierda
Ian Campbell
Matahari siang hari coba menembus atap merah besi,
di beranda lebar, aku hampir ngantuk, ngangkang di
kursi rotan tua dan kusut, setengah mimpi...
dari sudut mata, muncul burung elang yang mulai terbang
di atas rawa-rawa, dekat bukit Boongan
yang rupanya seperti dada wanita di cakrawala.
Burung kelelingi melambungkan diri dalam arus angin
mengepakkan sayap ke langit; makin tinggi, makin tinggi,
selalu berputar-putar ke arus angin mengitari rawa itu, dekat bukit,
Boongan sampai burung elang itu, titik hitam itu, hilang melenyap,
lenyap ke jauhan angkasa biru tanpa akhiran...
ini saatnya, bisa kubayangkan. Terhanyut aku akan tempat itu—
Sumedang — kabut dan angin dan maut. Akan datangnya malapetaka. Akan terjadi tragedi mendebarkan:
“CN-285 Merpati hilang di sekitar Sumedang.
kapten-pilot Fierda Panggabean (29) kelahiran Tapanuli,
penerbang wanita pertama yang mengambil rating pesawat itu,
CN-285 MNA nabrak Gunung Puntang,
burung besi itu diteruntak.”
Habibie menyatakan pesawat yang baik, yang ampuh.
Habibie menyatakan bahwa ada kemungkinan kapten-pilot Fierda nyasar.
Habibie memberi jaminan...
Hamil?
Nyasar?
Cuaca?
Angin besar?
Checking lagi?
Black box?
Wanita?
‘Trangadi’=TRAGEDI.
Menurut seorang petugas SAR, almarhumah masih berada di kokpit, tangannya masih memegang kemudi... hujan, angin dan kabut seolah-olah telah bersekutu dengan maut... dan sesudah, diselimuti bendera merah-putih jenazah Fierda diusung oleh rekan, seprofesi,
diselimuti bendera,
bendera merah
dan putih,
jenazah Fierda
diusung oleh rekan, seprofesi,
dan dari jauh, juga
Selamat jalan, Fierda
sahabat masyarakat Irja,
Selamat jalan, Fierda
yang telah dipanggil oleh Tuhan
Selamat jalan, Fierda
yang membuktikan kepada masyarakat
pedalaman Irja wanita pun bisa
menerbangkan, yang berhasil
menjembatani pedalaman Irja...
Centrifugal forces,
periphery and centre
prestasi dan maut
kebebasan dalam arus
kedaulatan dan kekhawatiran disintegrasi
pedalaman dan metropolis,
angkasa and doves,
Esa terhilang dua terbilang.
woman striving, eagle daring.
burung elang hilang dan rawa-rawa itu dekat bukit Boongan
menjelma dada wanita. Hanya terdengar suara sedih suling
yang menangis-menangis di atas sawah pohon
eucalyptus dan casuarina yang melambai-lambai dalam
tiupan angin ke dalam keabadian cakrawala biru...
1992
Catatan mengenai sajak Selamat Jalan, Fierda
Sajak ini ditulis Ian Campbell tahun 1992 tentang seorang pilot wanita Indonesia alm. Fierda Panggabean. Nama pesawatnya “Trangadi”. Sajak itu ditulis di Australia sesudah Ian pulang dari Indonesia. Ada beberapa referensi: nama bukit Boongan adalah nama bukit Aborigin yang terletak di dekat Wandandian, sebuah desa yang berjarak lebih dari dua ratus kilometer dari Sydney ke arah selatan. ‘Casuarina’ dan ‘eucalyptus’ adalah jenis pohon asal Australia.
Sajak “Selamat jalan Fierda” dipublikasikan di Indonesia di majalah sastra Horison, Jakarta, XXXVI, No. 12, Desember 2002, hal. 8-9. Pada Mei 2013 di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung, sajak ini termasuk salah satu dari beberapa sajak ciptaan Ian yang dibacakan oleh mahasiswa/ mahasiswi S-1 dalam rangka kunjungan Ian pada tahun itu.
Nasibmu, Anak Perempuan Pedesaan
Ariany Isnamurti
negeriku… meski kini era globalisasi
masih jua kutemui realitas yang mengganjal
para anak perempuan pedesaan
menjadi korban yang rentan pernikahan dini
ya sungguh memprihatinkan
usia di bawah 16 tahun
saat mereka seharusnya sekolah ataupun bersenda gurau
mereka terpaksa lebih dini menjalani hidup berkeluarga
melayani suami anak maupun kebutuhan rumah tangga
bahkan harus berjuang antara hidup mati saat melahirkan
haruskah membiarkan keadaan seperti itu?
negeri ini masih belum memberi kenyamanan
untuk para anak perempuan di pedesaan
TIM, 19032016
Seribu Candi Untukmu
Siwi W. Hadiprajitno
Tlah kubangun seribu candi untukmu, Jonggrang.
Bukan 999.
Lalu mengapa tega kau bunyikan alu dan lumpang sehingga ayam jago berkukuruyuk memanggil matahari untuk bangun lebih dini?
Lalu mengapa tega kau damu api di senthir-senthir sehingga matahari bergegas memberikan sinar paginya lebih awal dari biasanya?
Lalu mengapa tega kau jerang air panas hingga didihnya mengundang orang-orang mencari kehangatan sekeliling pawon kayu?
Lalu mengapa tega kau menyapu lantai dengan sapu kelud hingga debu-debu beterbangan melewati pintu dan mengajak angin menarikan gerakan sapaan pagi bagi burung-burung gereja di sarangnya di dahan pohon mangga?
Padahal aku bukan lagi Bandung Bondowoso yang hanya sanggup rampungkan 999 candi dari seribu yang kau minta
Keterlaluan kau, Jonggrang.
Padahal jala nelayan pinggir kali payau masih terendam di dalam air yang riaknya tenang menuju pesisir laut Jawa
Kali ini, tak ‘kan kukutuk ragamu untuk jadi arca.
Tak perlu
Kini saatnya Kukutuk hatimu
: Tak ‘kan bisa mencinta
Hasanudin, 28/1/2016