Natali Pearson & Zainab Tahir
Pada awal 2021, Pusat Studi Asia Tenggara Sydney di Universitas Sydney bekerjasama dengan Museum Nasional Maritim Australia dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, mendesain dan melaksanakan kursus singkat melalui daring untuk mahasiswa arkeologi maritim dan sejarah. Kursus yang bertema 'Pendekatan kolaboratif dalam peningkatan kapasitas arkeologi maritime dan warisan budaya bawah air' didukung oleh Pemerintah Australia melalui Institut Australia – Indonesia, Departemen Luar Negeri dan Perdagangan.
Kursus bermula dari keterlibatan kami dalam kegiatan inisiatif yang didanai oleh Departemen Luar Negeri dan Perdagangan tentang peningkatan kapasitas kemaritiman yang terfokus pada HMAS Perth (I), Kapal Australia yang tenggelam di Teluk Banten, di sebelah barat laut Pesisir laut Jawa. Meskipun kegiatan peningkatan kapasitas kemaritiman pada mulanya menargetkan pemangku kepentingan dari pemerintah dan masyarakat lokal, kami berkeinginan untuk melibatkan generasi muda, mahasiswa yang belajar arkeologi maritim dan praktisi warisan budaya di Indonesia yang bekerja secara langsung dengan mahasiswa.
Kursus singkat yang dilaksanakan secara daring tidak hanya menguatkan kerjasama kemaritiman untuk kedua negara, tapi juga memberi kami peluang mengatasi pembatasan perjalanan baik inter maupun lintas negara akibat COVID 19. Dengan melaksanakan kursus secara daring, kami tetap mampu mengkosolidasikan kegiatan dengan institusi pendukung dan pada saat yang sama mampu menjalin hubungan baik dengan mahasiswa dan lembaga yang berada di tempat berbeda.
Peserta dan proses perekrutan
Kami menyadari bahwa mencoba untuk membangun suasana pembelajaran yang akrab secara daring itu sulit. Menimbang hal tersebut kami membatasi hanya 16 orang peserta. Persyaratan kami batasi pada mahasiswa yang terdaftar pada jurusan arkeologi dan sejarah dari empat perguruan tinggi, yaitu Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA, di Serang, Banten), Universitas Indonesia (UI di Jakarta), Universitas Gadjah Mada (UGM di Yogyakarta) and Universitas Hasanuddin (UNHAS di Makassar). Untuk mengantisipasi jadwal kursus bersamaan dengan jadwal kuliah mahasiswa, kami menjadwalkan sesi kursus dilaksanakan pada setiap minggu, yaitu setiap Sabtu sore dan berlangsung selama dua jam. Kami memperhitungkan durasi tersebut tidak akan mengganggu jadwal sholat bagi peserta muslim.
Kami mengumumkan program kursus singkat secara bilingual, yaitu bahasa Inggris dan Indonesia, melalui saluran SSEAC dan melalui jaringan kolega di masing-masing universitas. Kami memasukkan informasi secara detil untuk memastikan peserta mengetahui tingkat komitmen yang diperlukan untuk mengikuti kursus tersebut.
Dalam menyampaikan persyarakat kami menggunakan Bahasa Bahasa Indonesia sehingga tidak ada kendala bagi calon peserta yang tidak dapat berbahasa Inggris. Pada materi perekrutan kami mengajak mahasiswa yang memiliki tanggungjawab kepedulian untuk melamar dan kami juga secara khusus memberi perhatian terhadap komposisi gender dan berbagai pertimbangan lainnya dalam menilai. Enam kuota kami alokasikan khusus untuk mahasiswa dari UNTIRTA sebagai bentuk perhatian atas generasi muda di Banten dimana HMAS Perth berada. Selebihnya kami alokasikan terhadap mahasiswa dari UI, UGM, Unhas, serta satu kuota tambahan untuk mahasiswa dari Universitas Jambi.
Susunan kursus
Kursus dibuka oleh Bapak Heru Subolo, Konsul Jenderal Indonesia di Sydney dan Direktur ANMM, Kevin Sumption AO. Kursus singkat tersebut terdiri atas enam sesi. Untuk teknis pelaksanaan kursusnya sendiri kami melibatkan perusahaan penerjemah untuk memastikan narasumber yang berbahasa inggris tetap dapat terlibat secara aktif tanpa satu kendala apapun. Selain menyediakan penerjemahan, perusahaan partner juga menyediakan link dan perangkat zoom yang mendukung pembelajaran.
Terkait dengan penyampaian materi disetiap sesi, jam pertama fokus pada penyampaian materi dalam bentuk kuliah dan diskusi panel yang menghadirkan pemateri tamu dari Indonesia dan Australia. Diawali peserta diperkenalkan dengan tema dasar dan prinsip mengenai arkeologi maritime oleh Stirling Smith, Presiden dari the Australasian Institute for Maritime Archaeology, Moe Chiba dari kantor UNESCO Jakarta yang berbicara mengenai konteks regulasi internasional termasuk Konvensi UNESCO 2001 tentang perlindungan warisan budaya dari bawah air (dimana Indonesia bukan negara pihak). Pada diskusi panel, menghadirkan lima arkeolog Indonesia yang berbincang tentang tantangan dan peluang dalam mengelola dan menginterpretasikan warisan budaya bawah air di Indonesia. Adapun sesi lainnya diperuntukkan membahas studi kasus HMAS Perth (I), dimana para pemateri berdiskusi mengenai upaya untuk mengidentifikasi kerangka kapal tersebut dan penetapan HMAS Perth (I) dan sekitarnya sebagai Kawasan Konservasi Maritim (KKM) pertama di Indonesia. Selanjutnya, sesi panel terakhir menghadirkan pembicara perempuan yang memandu diskusi mengenai peluang karir di bidang arkeologi maritime dan warisan budaya.
Pada jam kedua disetiap sesi, diisi dengan tutorial yang fokus pada proyek riset para peserta. Dengan mengadopsi model program unggulan yang dikembangkan oleh SSEAC tentang mobilisasi lintas disiplin, peserta dibagi dalam kelompok kecil terdiri dari 4-5 orang. Setiap kelompok diisi paling tidak peserta dari tiga universitas yang berbeda. Kami menggunakan waktu tutorial untuk membantu peserta dalam mendesain dan melaksanakan proyek penelitian mereka. Termasuk memikirkan tema yang luas mengenai warisan kemaritiman di Indonesia, mengindentifikasi bidang yang diminati bersama di dalam grup, mendesain pertanyaan penelitian yang cocok, mempertimbangkan pendekatan metodologi yang berbeda, dan mendesain rencana pengumpulan dan analisis data. Penggunaan ruang breakout yang disediakan diaplikasi zoom berguna menciptakan interaksi yang bersahabat diantara anggota grup. Pada akhir minggu kelima para peserta diberi waktu ke lapangan (virtual) untuk melaksanakan penelitian mereka. Hal tersebut bersamaan dengan bulan Ramadhan yang artinya para peserta diberi kesempatan untuk dapat mengatur waktu yang telah disepekati tanpa terganggu dengan materi kelas yang reguler. Selama waktu tersebut kami tetap berhubungan dengan para peserta melalui WhatsApp.
Pada sesi terakhir, peserta mempresentasikan hasil proyek penelitian mereka. Setiap kelompok diberi waktu 20 menit dan setiap peserta diwajibkan untuk berbicara. Pada sesi terakhir ini, seluruh pembicara tamu diundang untuk mendengarkan sekaligus terlibat dalam acara tanya-jawab. Adapun topik penelitian yang disampaikan meliputi proposal pengembangan pameran sementara HMAS Perth (I) di UNTIRTA sebagai sebuah bentuk 'edutainment' dan diplomasi warisan sejarah; Pelibatan publik dalam melindung dan melestarikan warisa budaya bawah air di Karang Kijang, Provinsi Bangka Belitung; Rencana pengembangan susur warisan sejarah berbasis sejarah perdagangan kopra di Selayar; Analisa terhadap peran museum dalam meningkatkan kesadaran atas warisan sejarah maritime di Provinsi Banten. Terhadap presentasi topik-topik tersebut, salah satu pembicara tamu menyampaikan apresiasinya mengenai kedalaman, ketajaman dan kejelasan dari hasil penelitian mini para peserta kursus.
Kunjungan lokasi
Selain mengikuti kursus secara daring, kami beruntung mendapatkan dukungan untuk melaksakanan kunjungan lapang. Hal tersebut menjadi mungkin karena adanya hubungan baik yang terjalin dengan pelaksana kursus dengan pengelola museum dan pakar yang dapat membantu sebagai fasilitator. Mengingat mobilisasi masih dibatasi di wilayah Jakarta dan sekitarnya, tidak semua peserta dapat mengikuti kunjungan lapang tersebut. Dan bagi peserta yang dapat berkunjung ke lapangan mendapatkan pengalaman yang sangat bermanfaat.
Peserta dari UNTIRTA mengunjungi Warehouse BMKT di Cileungsi. Bagi para mahasiswa yang berlatar belakang pendidikan sejarah tersebut, interaksi dengan obyek arkeologi dari bawah laut merupakan pengalaman baru bagi mereka. Peserta lainnya mengunjungi Museum Vradeburg di Yogyakarta dimana mereka diajak tur oleh curator dan konservator obyek peninggalan budaya dari bawah air yang ada di museum. Di Makassar, peserta mengunjungi Benteng Somba Opu, Benteng di Gowa yang dibangun pada abad ke – 16 Masehi dimana mereka diajak mencari jejak beting gisik ratusan abad lalu.
Pembelajaran kedepan
Kursus singkat ini memberi peluang yang bagus untuk mendukung dan mempererat keterikatan warisan sejarah kemaritiman antara Indonesia dan Australia, melalui pelibatan para mahasiswa. Kami ingin mengenalkan mereka mengenai perspektif global dan Australia dalam konteks ke-Indonesia-an, melalui pembicara tamu yang kami hadirkan. Dan yang lebih penting lagi, kami ingin menunjukkan para pakar dari Indonesia dengan menghadirkan arkeolog, akademisi dan praktisi dari berbagai daerah. Pendekatan yang mengedepankan konteks Indonesia adalah fundamental dalam desain kursus ini karena memberi ruang untuk menampilkan bakat dan keterampilan lokal. Sama berharganya dengan peluang membangun hubungan antar peserta yang berbeda universitas dan jurusan, sebagaimana salah satu peserta mengatakan bahwa 'hal yang paling berharga dari kursus ini adalah terjalinnya hubungan antar peserta yang berasal dari universitas yang berbeda di Indonesia'.
Kursus yang dipandu oleh tutor dari Australia dan Indonesia juga membantu pencapaian tujuan. Kami menggunakan kekuatan individual untuk mendesain kurikulum, administrasi, cara pandang peserta, mendampingi, dan menyediakan referensi serta kontak yang diperlukan ketika peserta memerlukan bantuan dalam kegiatan penelitian mereka. Kesimpulannya, kami tahu bahwa kami dapat bekerja sama kembali dimasa yang akan datang.
Kami menikmati pengalaman menggunakan perangkat secara online untuk mendukung proses pembelajaran. Kami menggunakan padlet untuk mengembangkan tema dan pertanyaan penelitian, dan merekam dan membagikan hasil rekaman setiap sesi kepada peserta agar mereka dapat mengulang kembali apabila mereka memerlukannya. Kami juga membuat laman di Facebook dan mengajak peserta dan pembicara untuk bergabung. Kami menggunakan laman tersebut untuk berbagi link-link yang menarik, dan akan dibuka meskipun kursus telah berakhir. Bukan hanya kursus singkat ini yang tidak mungkin dilaksanakan tanpa teknologi yang ada tapi juga faktanya bahwa terbangun inklusivitas dan skalabilitas yang bisa saja sulit dicapai dalam proyek seperti ini. Bahkan ketika pergerakan global telah pulih (yang kami percaya, akan normal kembali!), kami mengantisipasi bahwa alat bantu atau perangkat pembelajaran dan penelitian yang digunakan akan tetap menjadi komponen penting.
Meskipun kursus ini telah selesai dilaksanakan, kami sangat berkeinginan untuk mengeksplorasi lebih jauh bagaimana program semacam ini dapat menginformasikan mengenai kegiatan penelitian dimasa yang akan datang. Dalam waktu dekat, kami bermaksud mengundang beberapa peserta untuk membuat podcast tentang HMAS Perth (I) sebagai bagian dari kegiatan MCBI. Bagaimanapun pembelajaran paling berharga dari kursus ini adalah terbukanya kemungkinan untuk saling bekerja sama yang tentunya harus melibatkan generasi muda untuk menjaga keberlangsungannya.
Zainab Tahir (zainab.tahir@kkp.go.id) adalah Asisten Koordinator Unit Pengelola Bangkai Kapal di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Indonesia. Natali Pearson (natali.pearson@sydney.edu.au) adalah Koordinator Kurikulum di Sydney Southeast Asia Centre, University of Sydney.